Saturday, September 5, 2009

Lawatan Umrah


Dalam rangka lawatan ibadat Umrah baru-baru ini, destinasi yang terawal ialah Kota Suci Madinah. Sampai di Madinah pada 23 Ogos jam 4.00 pagi setelah berlepas dari Jeddah dgn bas kira-kira jam 11.00 malam. Penginapan kami ialah di Hotel Menazelli lokasinya di belakang Perkuburan Baki'.

Pagi itu kira-kira jam 7.30 pagi, kami melawat ke Perkburan Baki' dan Makam Rasullullah, Saidina Abu Bakar dan Saidina Umar bersama-sama dengan Mutawif Ustaz Ali Abdullah.

Pada 24 Ogos pulak kami di bawa melawat ke Bukit Uhud dan Makam Para Shuhadak.

PERANG UHUD:

Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu 15 Syawal 3 Hijriah. Kafir Quraish Makkah ingin sekali membalas kekalahannya pada perang Badar . Dipersiapkannya suatu pasukan besar dengan kekuatan 3,000 tentera. Dalam pasukan itu terdapat 700 infanteri, 200 orang tentera berkuda dan 17 orang wanita. Seorang di antara yang tujuh belas ini adalah Hindun bin Utbah, isteri Abu Sofyan yang aAyahnya, Utbah telah terbunuh pada perang Badar.

Pasukan Quraish ini dipusatkan di suatu lembah di pegunungan Uhud, suatu pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah utara Madinah.Menghadapi serangan ini, ialah Nabi Muhammad s.a.w. dan beberapa orang sahabatnya.

Orang-orang Islam bersiap-sedia di Madinah dengan taktik bertahan (defensif). Tetapi sekelompok orang Islam (Muhajirin dan Anshar) terutama pemuda-pemuda yang tidak ikut serta dalam Perang Badar mendesak untuk menemui tentera Quraish dan ingin mengejarnya di gunung Uhud. Atas desakan itu Nabi Muhammad s.a.w. surut dari pendapat asalnya untuk bertahan saja. Beliau masuk ke rumahnya, dan kemudian keluar dalam keadaan sudah siap dengan mengenakan baju besi, menyandang tameng dan memegang tombak serta pedang.

Melihat gelagat Nabi itu, sebagian sahabat yang tadinya sependapat untuk bertahan, menyatakan penyesalan terhadap orang-orang yang memaksakan keinginannya untuk berperang. Mereka yang berpendapat tidak perlu menyerang tentera Quraisy tadi mengatakan kepada Nabi, “Kami tidak mau mengirimmu. Jika engkau tetap setuju berangkat, berangkatlah; dan jika akan engkau membatalnya, kami ikut batal saja.”

Rasulullah saw. menjawab, “Tidak pantas bagi seorang Nabi yang sudah mengenakan baju besi untuk menanggalkannya kembali, hingga Allah menetapkan sesuatu baginya dan bagi musuh.”

Kemudian beliau berangkat bersama lebih kurang 1,000 orang tentera. 200 orang memakai baju besi dan hanya 2 orang tentera berkuda.

Setelah berangkat, Nabi Muhammad kembali memeriksa pasukannya dan mendapati di dalamnya terdapat ratusan orang Yahudi yang menggabungkan diri dengan tentera Islam. Mereka itu dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Nabi bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah mereka telah masuk Islam?” “Belum,” jawab sahabat. Rasulullah memerintahkan, “Usir mereka dan perintahkan agar kembali ke Madinah. Kita tidak perlu bantuan orang-orang Musyrik untuk menghadapi orang-orang Musyrikin.”

Mereka yang berjumlah 300 orang itu pun keluar dari pasukan, dan tinggallah 700 orang pasukan Nabi. Sesampainya di pergunungan Uhud, segera di lakukan pengaturan pasukan dan pembagian posisi. Lima puluh orang ditempatkan di sebuah bukit yang terletak di belakang lereng, di bawah pimpinan Abdullah bin Jabir Al-Anshary. Mereka bertugas menghadang pasukan musuh yang akan menyerang dari bukit itu.

Rasulullah mememerintah kepada penjaga bukit ini,

“Berkawallah kamu semuanya, dan jangan sampai musuh-musuh kita menyerbu dari belakang. Jika pasukan berkuda mereka naik ke posisi kamu, hujanilah kuda-kuda itu dengan anak panah. Kuda-kuda itu pasti tidak kuat dan takut dengan panah. Kita selalu akan menang , manakala kamu tetap berjaga di atas bukit ini. Ya Allah, sesungguhnya aku yakin Engkau akan menolong mereka.”

Menurut pendapat lain, ketika itu Nabi mengatakan, “Bila kamu melihat burung-burung menyambar-nyambar kami yang berada di lereng, maka jangan kamu kosongkan bukit ini, hingga datang perintahku. Dan jika kamu melihat kami dapat mengalahkan atau dapat menghancurkan mereka sampai terbunuh semuanya, maka janganlah pula kamu tinggalkan tempat ini.”

Segala sesuatunya telah diatur dan serbuan pun dimulai. Tentera Islam dapat mengalahkan musuh dan beberapa di antaranya telah terbunuh sementara yang lainnya kucar-kacir melarikan diri.

Tetapi sayang tentara-tentara Islam mulai tertarik untuk mengambil harta rampasan yang ditinggalkan oleh musuh yang lari itu, tak terkecuali psukan pengawal yang berada di atas bukit. Tidak kurang dari 40 orang di antaranya turun ke lereng untuk ikut serta mengambil harta rampasan yang begitu banyak, sehingga hanya tinggal sepuluh orang saja yang berada di atas bukit. Ketuanya, Abdullah bin Juber, sebelumnya telah mengingatkan mereka yang turun itu, tetapi tidak berhasil menghalanginya. Malah mereka menyanggah dengan kata-kata, “Tidak perlu lagi kita berjaga di sini. Bukankah peperangan telah berakhir?”

Kelemahan regu pengawal bukit yang hanya berkekuatan sepuluh orang itu dimanfaatkan Khalid bin Walid yang bertindak sebagai ketua tentera Makkah. Secepat kilat ia menyerang dan melumpuhkan pengawal di atas bukit, dan turun ke lereng gunung seraya menyerbu habis-habisan dari belakang. Tibalah giliran pasukan Islam kucar-kacir dibuatnya. Pasukan musuh balik menyerbu mereka dari setiap sektor, sambil mendekati kedudukan Nabi s.a.w. Dalam keadaan yang sangat genting itu diwarwar pula Nabi telah terbunuh, sehingga tentara Islam semakin porak-poranda.

Pada waktu itu Nabi terkena lemparan batu, sampai jatuh pingsan. Tentu saja semua anak panah musuh terarah kepada beliau. Muka, lutut, bibir bawahnya luka-luka, sedangkan tutup kepalanya pecah. Posisi Nabi s.a.w. yang hanya diapit oleh puluhan tentera saja itu, dihujani musuh dengan anak panah yang memaksa beberapa sahabat gugur, kerana menghalangi anak-anak panah itu ke tubuh Rasulullah s.a.w. Tercatat di antaranya Abu Dajanah, Saad bin Abi Waqas yang matian-matian bertahan.

Selain itu dicatat pula seorang wanita, Ummu Imarah Nusaibah Al Anshary. Srikandi ini mulanya bertugas sebagai jururawat tentera Islam yang luka-luka, tetapi demi melihat jiwa Nabi terancam maut, segeralah ia memagari diri Nabi berserta suami dan dua orang putranya, sehingga ia sendiri terbunuh. Atas keberaniannya yang luar biasa itu, Rasulullah berkata kepadanya, “Semoga Allah memberkahi kamu sekeluarga.”

Lalu Nusaibah minta kepada Nabi berdoa agar dapat bersama-sama masuk syurga dengan anggota-anggota keluarga yang tewas pada waktu itu. “Ya Allah, jadikanlah mereka ini sebagai teman-temanku di syurga kelak,” ucap Nabi.

Saat-saat gawat ini diceritakan oleh Nabi s.a.w. kepada sahabat-sahabatnya, “Wanita yang bernama Nusaibah inilah yang paling sibuk memberikan perlawanan demi membela aku. Ia menderita dua belas luka terkena panah dan pedang.”

Pada saat kritis tersebut ada seorang tentara Quraisy yang bernama Ubai bin Khalaf menyerang Nabi dengan pedang terhunus, sehingga tidak ada jalan lain buat Nabi selain membela diri. Diambilnya sebatang tombak terus dilemparkannya ke tubuh Ubai sehingga tidak jadi membunuh Nabi, karena telah tewas lebih dahulu.

Untunglah Rasulullah saw. masih mampu bangkit dan keluar dari lubang tempatnya jatuh dengan bantuan Thalhah bin Ubaidillah.

Melihat sekelompok orang-orang Musyrik Makkah masih berada di atas gunung, diperintahkannya satu regu untuk mengejarnya, sambil berseru kepada seluruh pasukan, “Mereka itu tidak boleh mengalahkan kita. Ya Allah, tiada kekuatan bagi kami kecuali karena Engkau.”

Sambil bersiap-siap untuk melarikan diri berkatalah Abu Sofyan, “Hari ini adalah hari pembalasan Perang Badar.”

Perang Uhud ini menelan korban sebanyak 70 orang dari pasukan Islam, dan 23 dan kaum Musyrikin. Suatu hal yang sangat mengiris perasaan ialah peristiwa terbunuhnya Syaidina Hamzah, bapa saudara Rasulullah s.a.w.

Saat beliau terkena panah, menari-narilah Hindun isteri Abu Sofyan, lalu mendatangi tempat gugurnya Hamzah dengan maksud melepaskan dendam kesumat atas kematian ayahnya pada Perang Badar. Dibelahnyalah dada mayat Hamzah, diambil hatinya, lalu dikunyah-kunyahnya.

Mengenai Perang Uhud ini terdapat beberapa ayat yang berisi nasihat pengubat kesedihan kaum Muslimin atas kekalahan dan mengingatkan akan sebab-sebab terjadinya kekalahan itu.

Dalam surat Ali Imran ayat 138 sampai ayat 142 dan ayat 153 dikatakan,

“Dan janganlah kamu lemah semangat dan janganlah bersedih hati, dan kamulah orang-orang yang lebih tinggi darjatnya , jika kamu benar-benar beriman. Jika kamu (pada perang uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum kafir itupun mendapatkan luka yang serupa. Demikianlah, masa kami pergantikan antara manusia, agar mereka mendapat pelajaran dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang kafir dan supaya sebagian kamu gugur sebagai syahid. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan agar Allah membersihkan orang-orang beriman (dari dosa-dosanya) dan membinasakan orang-orang yang kafir. Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (surah Ali Imran: 139-142)

“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janjiNya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya, sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu, dan mendurhakai perintah Rasul, sesudah Allah memperlihatkan kepada kamu sesuatu yang kamu sukai. Di antara kamu ada pula yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka, untuk rnenguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah memiliki kurnia atas orang-orang beriman. Ingatlah ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seorang pun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu. Karena itulah Allah menimpakan atas kamu kesedihan di atas kesedihan, supaya kamu tidak bersedih hati terhadap apa-apa yang luput dari sisi kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu lakukan.” (Ali Imran: 152-153)

Wallahua'lam.
*********

No comments:

Post a Comment